Iklan saya

header ads

Gaji Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Gaji Syaikh Abdul Qadim Zallum

Timeoke, Aceh Besar +
Islam - Suatu ketika, sesaat setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu dibaiat menjadi khalifah, beliau kemudian pergi ke pasar membawa beberapa kain dagangannya. Di tengah jalan, Abu Bakar bertemu Umar bin Khathab.

Umar menyapa, “Wahai Abu Bakar, Anda mau kemana?” Abu Bakar menjawab, “Aku mau ke pasar.” Umar berkata, “Jika engkau sibuk dengan daganganmu, lalu bagaimana dengan urusan umat ini?” Abu Bakar balik bertanya, “Kalau begitu, bagaimana aku menafkahi keluargaku?”

Umar pun berkata, “Kalau begitu, mari kita menemui Abu Ubaidah. Dia akan menetapkan santunan (sejenis gaji) untukmu dari Baitul Mal.” kata Umar.

Keduanya lalu pergi menemui Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Abu Ubaidah kemudian menetapkan santunan tersebut dari Baitul Mal sekadar memenuhi kebutuhan hidup Abu Bakar dan keluarganya untuk setiap bulannya.

Di lain kesempatan, suatu ketika istri Abu Bakar memohon kepada beliau, “Saya ingin sekali manisan.” Beliau menjawab, “Aku tidak punya uang untuk membelinya.” Istrinya berkata, “Kalau engkau setuju, saya akan menyisihkan sedikit uang belanja tiap hari sehingga dalam beberapa hari uang akan terkumpul.”

Abu Bakar pun mengizinkannya. Selang beberapa hari, uang terkumpul. Istrinya lalu menyerahkan uang itu kepada beliau untuk membeli bahan-bahan manisan. Beliau kemudian berkata, “Dari pengalaman ini, aku tahu, ternyata kita mendapatkan santunan berlebihan dari Baitul Mal.”

Akhirnya, uang yang sudah terkumpul itu pun dikembalikan oleh beliau ke Baitul Mal, tidak jadi dibelikan bahan-bahan manisan. Selanjutnya, Khalifah Abu Bakar meminta Baitul Mal agar memotong santunannya sebanyak yang pernah dikumpulkan istrinya setiap harinya.

Masya Allah. Kezuhudan seorang pemimpin yang luar biasa. Bukan semata kesederhanaan, melainkan kesederhanaan yang kezuhudan yang dilandasi rasa takut kepada Allah. Takut, kalau-kalau ada sepersekian uang milik umat yang digunakannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Kisah Abu Bakar ra. sepertinya ‘terulang‘ kembali di zaman kontemporer ini. Kisah ini dapat kita jumpai dalam kisah pemimpin yang lain, yaitu Syaikh Abdul Qadim Zallum, pemimpin jamaah dakwah Hizbut Tahrir.

Suatu ketika Al-‘Allamah Syaikh Abdul Qadim Yusuf Zallum (Abu Yusuf), pulang ke rumah beliau di Amman, Yordania. Sesampainya di rumah, beliau terkejut mendapati sofa di ruang tamunya. Beliau kemudian meminta penjelasan kepada istri beliau.

Lalu istrinya menjawab, “Engkau mengirimi kami sejumlah uang setiap bulannya. Aku biasanya menyisihkan dua atau tiga dinar setiap bulan. Lalu uang itu aku kumpulkan sampai cukup untuk membeli sofa itu.”

Mendengar penjelasan tersebut, sejak saat itu Abu Yusuf meminta agar tunjangan dari Hizb setiap bulannya dikurangi sebanyak uang yang biasanya disisihkan istrinya.

Bukan pelit atau kikir, sebab uang tersebut memang bukan hasil jerih payah Syaikh Abdul Qadim Zallum sendiri, melainkan uang santunan dakwah dari Hizb buat keluarga beliau.

Hal ini dikarenakan padatnya aktivitas beliau sebagai seorang pengemban dakwah sehingga membuat beliau “tidak sempat” mencari nafkah dengan penghasilan yang berlebih.

Inilah hasil dari ketakwaan, hasil dari rasa takut kepada Allah. Rasa takut beliau kepada Allah bukan semata ditunjukkan dari kesederhanaan dan kezuhudan, tetapi juga dari waktu dan usia beliau yang dihabiskan untuk bekerja keras membangkitkan umat dari keterpurukan. Wallahu a’lam.

Sumber : Ahbabullah dan Tarikh Khulafa'