Iklan saya

header ads

Yahoo yang Bernasib Malang Berujung Penyesalan Terbesar

Timeoke - Perusahaan teknologi muncul dan tenggelam, bahkan status perusahaan raksasa hari ini tak menjamin seperti apa nasib di masa depan. Lihat saja Yahoo yang dulu pernah sangat jaya, kini telah dijual dengan harga murah untuk perusahaan sekaliber itu, 'hanya' USD 4,8 miliar.

Kisah Yahoo bermula puluhan tahun lalu, tepatnya di 1994. Jerry Yang, imigran asal Taiwan yang baru lulus dari Stanford berduet dengan David Filo, seorang programmer pendiam dari Lousiana. Mereka membuat semacam direktori website bernama David's Guide to the World Wide Web.

Direktori itu disukai pengguna internet. Tahun berikutnya, Sequoia Capital menyuntikkan modal untuk perusahaan yang berganti nama jadi Yahoo itu, lalu menunjuk mantan eksekutif Motorola, Tim Kogle, sebagai CEO. Jerry Yang dan David Filo sendiri masih banyak terlibat.

Masa itulah Yahoo berjaya tanpa tandingan. Tahun 1998, Yahoo adalah website paling populer dan telah go public alias berjualan saham di bursa. Pada Januari 2000, harga saham Yahoo mencapai titik puncak senilai USD 118.

Namun kemudian, terjadilah apa yang disebut sebagai dotcom bubble di mana banyak perusahaan internet bertumbangan. Harga saham Yahoo di tahun 2001 bahkan anjlok sampai USD 8.

Beruntung, Yahoo mampu bertahan di masa-masa sulit tersebut. Tampuk kepemimpinan berganti dengan ditunjuknya Terry Semel, mantan eksekutif Warner Brothers, sebagai CEO menggantikan Kogle.

Di masa inilah, Yahoo melewatkan kesempatan besar yang pasti mereka sangat sesali. Dikutip detikINET dari Economic Times, Yahoo di tahun 2002 bisa saja membeli Google. Namun karena kurang gigih, aksi akuisisi tersebut tidak pernah terjadi.

Kemudian di tahun 2006, hampir saja Yahoo membeli Facebook. Namun Semel menurunkan tawaran dari USD 1 miliar ke USD 850 juta. Mark Zuckerberg yang sebenarnya memang kurang berniat menjual Facebook akhirnya benar-benar mantap menolak tawaran Yahoo.

Seperti diketahui, Google dan Facebook kemudian menjadi raksasa yang melahap bisnis Yahoo. Kedua perusahaan itu tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu alasan mengapa Yahoo terpuruk di kemudian hari.

Tentu saja tidak semua strategi Yahoo gagal. Pada tahun 2005, Jerry Yang mengatur pembelian 40% saham perusahaan e-commerce asal China, Alibaba, senilai USD 1 miliar.

Sebuah pembelian berisiko, namun kemudian sukses besar karena Alibaba berkembang jadi raksasa e-commerce di China. Saat ini, saham Yahoo di Alibaba itu nilainya sekitar USD 80 miliar, jauh lebih besar dari nilai Yahoo sendiri.

Waktu pun berlalu. Tahun 2008, Yahoo mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Microsoft datang memberi penawaran senilai USD 44,6 miliar. Namun ditolak oleh Jerry Yang yang saat itu CEO Yahoo, karena menganggap tawaran itu terlampau rendah.

Penolakan itu terbukti kebijakan yang salah dan lagi-lagi berujung penyesalan, karena nilai Yahoo terus menurun. Tiga tahun setelah tawaran Microsoft itu, kapitalisasi pasar Yahoo hanya USD 22,24 miliar.

Begitulah, Yahoo tak pernah mampu bangkit seperti zaman keemasannya dahulu walau sudah bergonta-ganti CEO. Kapitalisasi pasar mereka makin anjlok, PHK terpaksa dilakukan dan operasional kantor di berbagai negara termasuk Indonesia ditutup. Episode Yahoo sebagai perusahaan mandiri pun berakhir setelah dicaplok Verizon dengan angka 'hanya' USD 4,8 miliar.